Kamis, 18 November 2021

Not Easy But Worth It!

Halo, lama nggak nulis. Sekarang aku lagi di rumah, lagi nyuci sprei pake mesin cuci dan sekarang nungguin mesin cucinya yang sebenernya udah saatnya pensiun. Setiap kali mau dipake pasti rewel, ya ga mau muterlah, ya alarm error-nya bunyi terus, dan kadang pas udah bisa muter tiba-tiba berhenti sendiri. Walaupun ngeselin, itu mesin cuci emang udah berjasa banget bagi kehidupan rumah tangga 'omah ijo' ini selama hampir 10 tahun. Jadi selama nunggu, aku memutuskan untuk nulis aja, nulis yang tidak terencanakan dan tidak terkonsep. Btw, aku juga lagi sambil dengerin musik. Aku lagi dengerin OST-nya Teman Tapi Menikah, kayaknya kalau ditanya orang "Apa genre musik favoritmu?", aku akan jawab "OST film atau series yang pernah aku tonton". Selain lagunya Petra Sihombing yang 'Mine', aku pikir enggak ada lagi lagu yang bener-bener berkesan sampe ke hati. 

Apa kabar aku?

'Apa kabar' adalah pertanyaan yang sulit kujawab akhir-akhir ini. Entahlah, mungkin karena pada kenyataannya aku sedang tidak baik-baik saja. Udah di pertengahan November dan aku belum sidang skripsi. Bahkan progres skripsi yang menurutku masih sangat tidak layak itu baru aku kirim ke dosen pembimbing kemarin. Oleh sang dosen, chat-ku hanya dibaca, belum dijawab. Yah, namanya juga dosen pastinya beliau sibuk. Walau misalnya dibalas dengan "Oke, nanti saya review" aja kayaknya akan lebih melegakan. 

Setelah ngirim progres skripsi, aku jadi deg-degan dan overthinking semalaman. Jadi nggak mood ngapa-ngapain. Padahal seharusnya semalam aku ada kegiatan rutin mingguan belajar bahasa inggris bareng teman-teman. Kami emang jadi ketemu via g-meet, tapi enggak jadi diskusi gara-gara aku jawab pertanyaan "How's life guys?" dengan jawaban "I'm not in a good condition, i mean myself". Lalu teman-temanku yang udah lulus itu memberi semangat dan beragam kata-kata manis nan menenangkan. Dalam hati aku merasa bersalah, seharusnya aku belajar untuk nampak tidak apa-apa dan diskusi berjalan sesuai rencana. Sayang sekali aku tidak pandai berbohong teman, padahal minggu lalu kami juga sudah menunda diskusinya. Yah, begitulah aku yang sejatinya manusia rapuh ini. 


Pengalamanku dalam mengerjakan skripsi ini akan menjadi pelajaran hidup yang enggak akan terlupa. Pelajaran tentang gimana seharusnya kita mengelola prioritas hidup, mengelola waktu, mengelola tenaga, dan menentukan keputusan atas suatu kesempatan. Aku juga sedang berusaha mensyukuri apapun yang ada dan terjadi pada diriku. Walau sesekali masih coba membandingkan pencapaian diri dengan orang lain. Rasanya saat ini fase hidupku berjalan begitu lamban, lama sekali aku berada di suatu titik dan tak kunjung bergerak ke titik yang lain. Sementara orang lain barangkali telah melangkah begitu jauh. 

Temanku bilang "sometimes we are win, but in other time we're possible to lose. But the rest, we could learn. So actually there is no lose." Hem.. ya. 

But then, i feel better right now. Selain karena kata-kata mutiara dari teman-temanku semalam. Barusan tadi aku juga habis nonton videonya Mbak Analisa. Mbak Ana ngutip kalimat dari suatu buku gitu, "its not going to be easy, but its going to be worth it.


Minggu, 08 Agustus 2021

Awal Kolaborasi untuk Masyarakat

Daripada terus mengisahkan tentang skripsi yang entah kapan akan selesai, lebih baik aku membagikan kisah lain kehidupanku. Hidupku tentunya bukan hanya tentang kuliah dan skripsi aja, hehe. Walaupun harus aku sadari bahwa menyelesaikan skripsi saat ini menjadi hal yang utama.

Dulu aku pernah berangan-angan ketika udah memasuki semester tua aku ingin mengabdikan diri ke masyarakat setempat tinggal denganku, which is masyarakat di Dusun Bojong, Wonolelo. Keinginan itu muncul ketika awal tahun 2020 saat aku memasuki semester 5, yang selanjutnya pandemi melanda sehingga beberapa angan-angan itu kian luntur seiring waktu. Ditambah lagi sekarang aku mulai kerja freelance sebagai asisten peneliti di PSKK UGM. Pekerjaan itu awalnya aku pikir cukup santai dan tidak terlalu menyita waktu. Ya memang sih begitu, tapi ada kalanya pekerjaan itu juga terasa cukup menuntut dan butuh fokus. Bahkan sampai membuatku terpaksa menyurutkan fokus dalam menyelesaikan skripsi dalam beberapa bulan lalu. Dampaknya ialah, saat ini aku mesti bayar UKT lagi untuk melanjutkan semester 9. Masih berkutat dengan skripsi ketika separuh teman angkatan yang lain sudah lulus dan sedang nyari kerja.

Waktu terus berjalan hingga pada suatu saat aku dapat kesempatan berkenalan dengan seseorang di suatu komunitas. Kami berkenalan secara online dan ngobrol banyak hal, termasuk tentang latar belakang dan kegiatan yang sedang diikuti saat itu. Dia pun mengetahui bahwa aku adalah orang desa dan juga masih cukup aktif berkegiatan di kepemudaan desa. Tidak disangka beberapa bulan kemudian dia dan teman-teman komunitasnya (komunitas lain yang dia ikuti) bermaksud mencari desa untuk dijadikan desa mitra. Dia menanyakan beberapa hal tentang desaku, kemudian aku jawab seadanya, tanpa aku beri pencitraan apapun. Seingatku dulu seperti itu. Pada saat itu mereka masih melakukan survei lapangan ke berbagai calon desa mitra, termasuk desaku. Hingga pada akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan pengabdian dan menjadikan Desa Wonolelo khususnya Dusun Bojong sebagai dusun mitra pelaksanaan program mereka. Mereka tidak mengambil satu desa karena terlalu luas. Pagi hari tadi mereka melakukan peresmian kemitraan, menghadirkan Pak Lurah, Pak Kasi Kemakmuran Desa, Pak Dukuh, dan sejumlah perwakilan petani serta pelaku UMKM. Resmi sudah kemitraan IAAS LC UGM dengan Dusun Bojong.

Aku merasa cukup bahagia pada momen ini. Mengingat dulu Pak Dukuh seingatku pernah minta tolong aku untuk menghubungkan dengan mahasiswa Pertanian UGM. Dulu Pak Dukuh ingin agar masyarakat dikasih pengetahuan dan wawasan tentang pertanian. Tapi dulu aku tidak berhasil menjadi penghubung, padahal sudah minta tolong temanku anak pertanian beberapa kali. Selain itu momen ini juga menjadi langkah awal atas angan-anganku untuk memberikan kontribusi nyata untuk masyarakat di lingkungan tempat tinggalku. Aku pikir peristiwa ini bisa terjadi karena sejatinya memang Allah benar-benar mendengar doa hamba-Nya. Allah akan mewujudkan niat baik hamba-Nya. Ketika niat itu selalu tertanam di dalam hati walaupun kadangkala ada saja hal yang menghambat terlaksananya niat, atas izin Allah niat itu akan menjadi kenyataan. Barangkali Allah juga tahu bahwa untuk memberikan kontribusi nyata ke masyarakat Bojong aku tidak bisa memulainya sendiri, maka Allah wujudkan angan-angan itu melalui orang lain untuk memulainya.

Namun di sisi lain aku juga merasa cemas untuk kedepannya. Peresmian kemitraan itu baru merupakan langkah awal untuk memberikan manfaat dan dampak bagi masyarakat. Selanjutnya, untuk menjadikan program kemitraan dengan IAAS LC UGM bisa benar-benar memberikan manfaat ke masyarakat maka ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Hal-hal itu menjadi PR lama yang masih aku pikirkan hingga sekarang dan belum ada tindakan nyata untuk mengatasinya. PR itu sebagai bentuk rancangan untuk mengatasi masalah internal organisasi kepemudaan. PR itu diantaranya tentang re-generasi pemuda, bagaimana menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepemilikan bersama pada pemuda, dan menyatukan wadah pemuda yang saat ini masih terkotak-kotakkan. Lalu PR untuk mensosialisasikan program kemitraan IAAS ke berbagai kalangan masyarakat. Kemudian PR untuk segera mengaktifkan kegiatan pemuda dan merancang program baru yang berkelanjutan. Selain itu juga PR untuk mengatasi perintilan masalah koordinasi, yang nyatanya memang tidak semudah itu, semuanya harus jelas dan berurutan. Oh iya hal yang jangan sampai kelewat ialah tentang menumbuhkan kesadaran pemuda akan pentingnya berkolaborasi karena sekarang bukan lagi zamannya persaingan untuk menang tetapi kolaborasi untuk mencapai tujuan. Namun berkolaborasi pun kita enggak boleh tanpa bekal, tetapi kita juga harus bisa membuat percaya orang yang berkolaborasi dengan kita. Dengan cara menunjukkan kesungguhan kita dan komitemen kita untuk mencapai tujuan bersama.  

 

Rabu, 21 Juli 2021

Berjuta Rasa dalam Proses Menuju Dewasa

Pagi ini enggak biasanya aku bangun sebelum subuh. Entah kenapa tadi aku tiba-tiba terbangun, pas ngecek jam di HP ternyata masih jam 04.07 dan belum adzan subuh. Terus langsung menghadapi dilema hidup yang enggak penting tentang waktu yang nanggung, mau bangun atau enggak ya? Kalau bangun, mau ngapain, kalau mau shalat tahajjud kayaknya udah mau subuh. Kalau enggak bangun, maksa tidur lagi juga jadi enggak nyaman. Mau tiduran sambil ngecek HP juga silau karena lampu dimatiin. Akhirnya aku tetap tiduran sambil berpikir. Setelah adzan subuh aku langsung bergegas minum segelas air putih dan wudhu lalu shalat.

Kemarin adalah Hari Raya Idul Adha. Sejak siang jam setengah  dua aku dan Ibuk udah mulai motongin daging dan membaginya untuk berbagai masakan. Hari ini aku mau masak sate, itu masakan yang wajib untuk meng-afdhol-kan Idul Adha, haha. Dan semalem aku dan keluarga bikin sate kambing dan sapi. Bikinnya butuh tenaga dan waktu ekstra, dari  habis isya sampai jam sembilan baru jadi lalu kami santap. Alhasil tenagaku dan Ibuk habis cuman buat ngurus daging dan masak-masak. Kami enggak sempat cuci piring malam itu. Alhasil paginya setumpuk cucian kotor teronggok dan menjadi pertanda yang sangat jelas untukku agar segera mencuci itu semua.

Kemudian seperti hari-hari sebelumnya semenjak WFH, aku rajin menulis jurnal setiap pagi. Begitu juga pagi ini. Menuliskan apa yang bisa disyukuri kemarin dan hari ini, evaluasi, serta merencanakan hari ini. Aku suka merencanakan hari, meskipun lebih sering rencana itu gagal terpenuhi, hehe. Tapi enggak apa lah, setidaknya sudah ada niat. Hei, tapi ya harusnya aku lebih berusahan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang aku rencanakan! Herannya setiap aku melakukan jurnaling, tidak cukup hanya 10 atau 15 menit, paling enggak 30 menit aku melakukan hal sederhana itu. Saking menikmatinya, tapi enggak baik juga karena waktu tersita untuk sekadar membuat rencana. Habis jurnaling aku menulis tulisan ini. Dan nanti jam setengah delapan aku harus mandi terus kerja. Kerjaan WFH yang cukup menantang, walaupun bukan pekerjaan yang strategis. Tapi sudah selayaknya aku kerjakan dengan sungguh-sungguh.

Ngomong-ngomong tentang perasaan nih (yaelah). Kemarin seharian aku merasa murung, cemas, dan perasaan lain yang negatif. Jujur saja, mungkin karena kemarinnya tiga temanku sidang di hari yang sama. Tentunya aku ikut senang, hanya saja aku tidak memungkiri kalau nyatanya aku jadi merasa cemas dan panik pada progress skripsiku sendiri. Ketika separuh teman di angkatan udah pada sidang, sementara aku masih mulai mengerjakan pembahasan dan jarang sekali berdiskusi dengan dosen pembimbing. Aku merasa jadi orang yang tertinggal, merasa enggak berdaya, merasa bodoh, dan merasa jadi orang yang lemah. Bahkan pada suatu sisi, aku perlahan merasa ditinggalkan oleh diriku sendiri dan mungkin juga dicampakkan oleh orang lain. Ah… perasaan negatif memang senantiasa menjangkiti setiap insan yang sedang bertumbuh. Aku harus belajar menerima dan terus berproses mengelola emosi diri dalam menjalani hidup. Menasihati diri sendiri untuk tenang dan selalu ingat bahwa punya Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang sangat mengerti hamba-Nya. Semoga perasaan ini kian membaik, hanya saja ada kalanya orang mati rasa terhadap perasaan syukur ketika terlalu fokus pada perasaan-perasaan negatif.  

Yuk deh Bil, hadapi realita hidup dan tantangan-tantangannya. Banyak hal yang perlu dipikirkan dan dikerjakan. Banyak kekurangan-kekurangan diri yang harus senantiasa ditingkatkan. Ada skripsi yang perlu dikerjakan, tak cuman dipikirkan dan dicemaskan. Ada kesempatan berbuat hal yang bermanfaat untuk masyarakat yang perlu segera direalisasikan. Ada lingkungan yang perlu dibuat lebih baik kondisinya. Yuk, hadapi aja Bil, kamu sedang berproses. Bismillah.

Rabu, 16 Juni 2021

Belajar dari Drama Korea

Halo! Udah lama banget aku enggak publish tulisan di blog rahasia ini. Dipublish tapi kok rahasia tuh gimana? Maksudnya, alamat blog ini sampai saat ini belum aku publish, jadi orang-orang belum tau kalo aku nulis blog, hehe. 

Oke, untuk mengawali semangat nulis lagi setelah enam bulan enggak publish tulisan. Aku mau bahas hal yang ringan dan mungkin sepele dulu. Yang penting mulai dulu, bukan begitu?

Saat ini cukup banya orang, setidaknya orang-orang yang aku kenal. Mereka suka nonton drakor. Masing-masing barangkali punya alasan tersendiri untuk suka nonton drakor. Kalo aku pribadi, alasan paling utama yaitu ...

Dari drakor kita bisa belajar tentang cara berinteraksi dengan orang. Baik itu dengan pasangan, orangtu, saudara, teman, dan rekan kerja. Apalagi kalo drakornya yang bergenre "slice of life" dan temanya relate dengan kehidupan kita. Agaknya tidak menjadi hal sia-sia nonton drakor kalo diniatkan untuk belajar, sehingga dapat inspirasi cara bergaul dengan orang lain.

Baiklah, sekian dulu. Tadi aku habis selesai nge-transkrip wawancara. Jadi habis ini aku mau bersenang-senang sekaligus belajar. Aku mau nonton drakor. 

Senin, 14 Desember 2020

Lagi-lagi Sambat Kuliah, Astaghfirullah...

Gue tahu, sebenernya nggak baik kebanyakan sambat. Apalagi yang dipersambatkan ialah masalah kuliah yang mana bagi banyak orang kuliah itu suatu yang istimewa (privelege). Namun, bagi orang biasa seperti gue sambat itu upaya untuk melepas stress. Diawali dengan sambat kemudian dilanjutkan dengan refleksi diri, memahami kondisi diri sendiri, dan mencoba ngumpulin semangat lagi buat melakukan suatu pekerjaan. Mungkin sebagian orang menilai bahwa sambat merupakan bentuk dari rasa tidak bersyukur. Iya, gue tahu, nggak sepenuhnya salah kok. Tapi nggak sepenuhnya juga dalam kehidupan manusia itu selalu merasakan emosi yang menunjukkan 'baik-baik saja' karena ada kalanya manusia merasakan emosi yang dikonotasikan negatif. Salah satunya merasa mentok, nggak ngerti kudu berbuat apa sama masalah yang ada di depan mata, lalu diekspresikan dengan sambat. Itu wajar to? 

Perkara sambat gue malam ini dikarenakan skripsi. Sebenernya bukan masalah yang berat banget sih, cuman emang lagi mentok mikir aja dan kurang mood untuk membaca artikel berbahasa Inggris. Btw, ukuran berat dan ringan suatu masalah itu sangat bergantung pada kepribadian masing-masing orang lho ya, jadi jangan disamaratakan. Gue peling benci kalo denger orang meremehkan hal-hal yang dipermasalahkan orang lain. "Alah gitu doang aja sambat". Hadeh, kalo udah begitu emang dasar orangnya yang kagak paham. 

Rupanya malam hari bukan waktu produktif bagi gue untuk mengerjakan skripsi. Gue udah mencoba baca progress revisi bab dua, niatnya nih mau coba merangkai kalimat-kalimat penghubung yang bernuansa kritis. Lalu sambil membaca artikel lainnya untuk menambahkan kutipan dan menguatkan asumsi. Namun, apalah daya pikiran ini udah nggak begitu fokus. Ditambah ini tenggorokan gue rasanya gatel dan sedikit batuk, jadi nggak oke banget dah buat berprogress skripsi. 

Lantas kenapa lo malah nulis blog, Bil?

Ya gapapa. Ini adalah salah satu bentuk sambat yang sekaligus juga produktif. Setidaknya sambatan gue ada outputnya yaitu tulisan ini, hehehe. Mungkin kelak akan gue baca lagi untuk mengenang perjuangan gue ngerjain skripsi. Selain itu, gue juga lagi bertekad untuk belajar menulis. Berawal dari nulis sambatan pribadi barangkali bisa berkembang jadi penulis kolom opini, hahah!

Oke, gue rasa cukup sekian selingan persambatan kali ini. Selanjutnya gue mau persiapan tidur karena besok gue pengen bangun pagi. Semoga dengan bangun pagi akan lebih banyak aktivitas produktif yang bisa gue lakukan. 

Senin, 26 Oktober 2020

Orang yang Mempengaruhi Mimpi

Semalem gue nonton drakor judulnya “Start-Up”, drakor yang masih on-going di Netflix. Satu hal yang menarik adalah ketika para tokoh menulis alasan mereka untuk membangun start-up, rata-rata alasan itu dilatarbelakangi oleh pengalaman si tokoh dengan orang lain. Kemudian latar belakang itulah yang menjadi pijakan kuat para tokoh untuk mengikuti mimpinya. Kemarin aku juga nonton film “Sang Pemimpi”, sekuel film “Laskar Pelangi” yang tidak kalah bagusnya pesan moral yang disampaikan. Film itu juga menceritakan tentang pencapaian mimpi, yang dalam proses pencapaian itu diiringi dengan semangat menggebu-gebu. Ya, intinya mimpi membuat setiap orang menjadi semangat dalam menjalani hari-harinya. Membuat setiap rintangan menjadi mungkin untuk ditaklukan.

Sebenernya gue tipikal orang yang cenderung realistis ketimbang hobi bermimpi. Namun kondisi gue saat ini membuat gue berpikir, haruskah gue punya mimpi? Pentingkah? Sekarang kondisi gue sedang baik-baik saja, ekonomi cukup, fisik alhamdulillah sehat, intinya boleh dikatakan tentram wabil damai. Lama sekali gue merasakan masa-masa ini, hingga akhirnya gue pun bosan, sangat sangat bosan. Diri ini juga rasanya tidak berkembang kemana-mana.

Saking nggak ada pencapaian apapun dari hidup gue, sampe-sampe di Instagram ketika orang-orang pada post pencapaian-pencapaian hidupnya gue hanya post foto segelas jus mangga dengan caption yang boleh dikata ngelantur sih. Tapi, selang beberapa menit gue post itu siapa sangka seseorang yang tak terduga menaruh komentar, jadi yang pertama mengkomentari lagi. Gue langsung ‘mak deeg’ berkali-kali nge-refresh profil IG, takut barangkali notifikasi yang barusan gue lihat cuman ilusi. Ternyata enggak woy! Wuaaa...asli gue seneng banget langsung jingkrak-jingkrak. Ekspresif dulu, berpikir kemudian, itu adalah aku. Yaps, setelah puas mengekspresikan diri barulah aku membaca dan memahami konten komentar si laki-laki satu ini. Dia kasih komentar yang intinya menyebut gue lagi berada di insecure moment. Padahal caption gue aja menunjukkan gue bersyukur loh. Bisa-bisanya dia komentar begitu. Tapi setelah gue renungi lagi, dia bener sih, bukannya awal mula gue nge-post itu emang lagi insecure yak?

Alasan gue seneng banget orang ini komentar di post Instagram gue adalah karena gue emang seneng sama orangnya, hahahah. Dia memang layak sih jadi laki-laki yang digemari para perempuan, gue hanya satu dari ribuan orang yang suka sama dia. Tapi andaikata para penggemarnya ini bikin layaknya idol grup, gue adalah member senior di grup itu. Karena gue suka dia selama almost a decade!

Oke, kembali ke perbincangan tentang mimpi. Entah kenapa komentar dia mendorong gue untuk punya mimpi. Gue tahu, itu cuman komentar. Tapi gue nggak tahu pasti apa alasan dia berkomentar. Mungkin gue sotoy sih, tapi setau gue dia jarang banget komentarin postingan cewek. Jadi izinkan gue pede sedikit, gue termasuk yang dia notice kan? Hahah. Lalu konten komentar dia, gue rasa itu masuk kategori komentar cukup menohok. Komentar yang cenderung bernilai negatif meskipun nyata adanya. Apa motif dia komentar kayak gitu? Apakah dia sedang ingin menunjukkan bahwa dia sedang berada di secure moment? Okelah kalo dilihat dari postingan Instagram, memang dia luar biasa. Gue akui dia berhasil berkembang menjadi pribadi yang jauh lebih baik dari dulu pertama kali gue kenal dia. Dulu dia memang keren, sekarang dia jauh lebih keren.

So, mimpi gue kali ini simpel aja. Gue juga pengen jadi perempuan keren dengan cara gue sendiri. Gue nggak mau kalah sama dia, teman yang sudah hampir satu dekade gue kenal dan gue kagumi. Soal gue yang suka sama dia, biarkan aja perasaan itu tetap ada sebagai bahan bakar alternatif dalam gue mencapai mimpi gue sesungguhnya.

Kemarin sempat ditanya sama temen, “Gimana jika akhirnya lo berjodoh sama dia?”. Gue jawab aja, “Absolutely I’ll be grateful”. Namanya juga perasaan suka, itu muncul dari hati, nggak bisa dengan mudah dihilangkan begitu aja. Apalagi oleh gue si tipe cewek setia, hahah. Gue mengakui perasaan gue ke dia, tapi tenang aja dia nggak perlu khawatir karena gue nggak akan membuat dia terganggu dengan perasaan gue. Mari kita tunggu lima hingga tujuh tahun kedepan, gue akan fokus pada mimpi gue. Perkara gue akan berjodoh dengan siapa, itu takdir Tuhan. Gue serahkan sepenuhnya. Walaupun kata Ustad Quraish Shihab kita boleh berdoa minta jodoh bahkan boleh menyebut nama spesifik orang yang ingin menjadi jodoh kita. Namun, terkabulnya doa juga dipengaruhi dengan seberapa dekat kita dengan Tuhan. Jadi, perlulah aku sadar diri bahwa belum begitu dekat aku pada Tuhan. Oleh karenanya, jikalau aku berdoa mohon dijodohkan dengannya sekalipun, entahlah berapa persen itu akan terwujud.

 

Minggu, 11 Oktober 2020

Kehidupan Semester 7

 

Barusan gue habis nonton videonya Mbak Gita tentang Belajar Bahasa Inggris. Dalam belajar bahasa Inggris ternyata kita perlu menyeimbangkan antara input dengan output. Maksudnya selain belajar dengan cara banyak-banyak mendengar dan membaca bahasa Inggris, kita juga perlu banyak-banyak menulis dan berbicara dengan bahasa Inggris. Diluar konteks tentang belajar bahasa Inggris, pada dasarnya gue suka belajar banyak hal. Tapi rasa-rasanya gue nggak mengalami perkembangan yang signifikan dalam belajar. Nah, dari video itu gue jadi tahu bahwa ternyata gue emang kurang aktif dalam belajar. Gue masih kurang dalam menantang diri untuk ngomong dan nulis coy, dalam segala hal yang sedang gue pelajari. Sementara nih, kalo gue liat-liat sekarang nih banyak temen-temen gue yang udah menjadi pembelajar aktif. Entah itu mereka bikin video lalu dipost di Youtube atau sekadar bikin story. Sementara gue nih, masih ragu gitu lho dalam berekspresi dan sharing pengetahuan yang gue punya. Bukan karena gue nggak mau, tapi gue merasa bahwa apa yang gue tahu itu bukan apa-apa bagi orang lain. Kadang gue juga masih malu dan takut dalam memberikan opini pribadi. Kalo bikin IG story paling sering resend postingan akun lain. Bikin status WA sekadar hal-hal sepele atau gambar yang nge-save dari twitter. Sementara di twitter lebih sering ngelike dan ngeretweet. Haduh... ya wajar aja sih ya kalo gue jadi kerdil gini. Padahal nih, zaman sekarang berpengetahuan aja nggak cukup karena yang lebih powerful adalah ketika kita bisa sharing information dan berani untuk speak-up. Jadi, gue sekarang harus berani speak-up. Hei liat aja idola-idolamu Bil, bukankah mereka adalah wanita-wanita yang berani speak-up? Gitasav, Najwa Shihab, Zaskia Mecca, dan Maudy Ayunda. Yuk dong diteladani! Nggak usah takut salah, bilamana salah ya tinggal belajar dari kesalahan itu bukan?

Oiya, pendahuluan life update ini kok malah jadi panjang banget yak, hehe. Oke, lanjut ke topik utama. Udah lama gue nggak posting blog, karena memang lagi nggak mood dan nggak ada ide nulis. Walaupun sebenernya blog gue ini mah emang dibuat dengan tujuan untuk sharing cerita-cerita pribadi gue aja sih.

Setelah KKN berakhir, gue cukup sering main sama temen-temen lama. Setelah itu gue sempat gabut, walaupun harusnya gue menyusun skripsi. Namun, gue baru bener-bener ngerjain setelah dikasih deadline selama sebulan sama dosen buat ngumpulin proposal. Haduh dasarnya aku yang males kerja kalo nggak dikasih deadline. Minggu ketiga dalam pengerjaan skripsi itu, gue dapet panggilan kerja. Ceilah panggilan kerja. Ya pada intinya gue dipanggil sama salah satu peneliti PSKK buat bantuin input data selama dua minggu. Berhubung cuman dua minggu jadi gue terima aja dong, lumayan kan dapet gaji. Selama kerja itu gue kenalan sama dua teman baru, gue seneng sih bisa kenalan sama mereka karena membuat gue termotivasi buat lebih giat belajar. Sebenernya pekerjaan di PSKK ini bisa gue lanjutin, tapi gue memutuskan untuk fokus ngerjain skripsi dan karena alasan masih ngambil dua matkul. Kerja di PSKK bagi gue cukup melelahkan dan menyita waktu sih, gue takut nggak bisa menunaikan ibadah skripsi dengan tenang. Sekarang kegiatan muda-mudi di kampung juga udah dimulai lagi, ada projek yang memerlukan waktu khusus juga untuk ngerjainnya. Udah saatnya berkontribusi lebih buat kampung sendiri ye kan. Sama sekarang ini gue juga lagi jadi timses paslon pilkada, walau masih santai sih kerjaannya. Kegiatan gue sekarang mau fokus ke akademik dulu aja deh, lalu kontribusi buat masyarakat, sama kepikiran juga buat menantang diri ikutan lomba tau konferensi gitu lho.

Disamping itu, gue juga lagi sedih banget karena sahabat gue lagi dalam masalah. Dua anggota keluarganya kena corona, lalu dia juga kudu tes swab. Dia juga lagi kesulitan buat urusan akademiknya, banyak pikiran, dan jadi nggak ngegubris media sosial. Gue selalu berdoa buat kesembuhan dan keselamatan dia dan keluarganya. Semoga semua lekas pulih dan gue bisa ketemu sama dia.

Btw, gue juga sedih kalo ngomongin tentang negara ini. Corona belum menunjukkan penurunan, orang udah abai, pemerintah kerjanya nggak bener. Demo pecah gegara Omnibus Law. Rakyat dianiaya sama aparat. Suara rakyat dianggap hoax. Bikin undang-undang nggak transparan dan nggak partisipatif. Negara ini udah kayak milik segelintir orang aja yang seenak jidat memarginalkan rakyat. Hadeh, gundah, gelisah, galau, merana cuy!