Beautiful Sunrise
Perasaan, Pemikiran, dan Hal Tidak Jelas
Kamis, 18 November 2021
Not Easy But Worth It!
Minggu, 08 Agustus 2021
Awal Kolaborasi untuk Masyarakat
Daripada terus mengisahkan tentang skripsi yang entah kapan akan selesai, lebih baik aku membagikan kisah lain kehidupanku. Hidupku tentunya bukan hanya tentang kuliah dan skripsi aja, hehe. Walaupun harus aku sadari bahwa menyelesaikan skripsi saat ini menjadi hal yang utama.
Dulu aku pernah berangan-angan ketika udah memasuki
semester tua aku ingin mengabdikan diri ke masyarakat setempat tinggal
denganku, which is masyarakat di Dusun Bojong, Wonolelo. Keinginan itu muncul
ketika awal tahun 2020 saat aku memasuki semester 5, yang selanjutnya pandemi melanda
sehingga beberapa angan-angan itu kian luntur seiring waktu. Ditambah lagi
sekarang aku mulai kerja freelance sebagai asisten peneliti di PSKK UGM.
Pekerjaan itu awalnya aku pikir cukup santai dan tidak terlalu menyita waktu.
Ya memang sih begitu, tapi ada kalanya pekerjaan itu juga terasa cukup menuntut
dan butuh fokus. Bahkan sampai membuatku terpaksa menyurutkan fokus dalam menyelesaikan
skripsi dalam beberapa bulan lalu. Dampaknya ialah, saat ini aku mesti bayar UKT
lagi untuk melanjutkan semester 9. Masih berkutat dengan skripsi ketika separuh
teman angkatan yang lain sudah lulus dan sedang nyari kerja.
Waktu terus berjalan hingga pada suatu saat aku dapat
kesempatan berkenalan dengan seseorang di suatu komunitas. Kami berkenalan
secara online dan ngobrol banyak hal, termasuk tentang latar belakang dan
kegiatan yang sedang diikuti saat itu. Dia pun mengetahui bahwa aku adalah
orang desa dan juga masih cukup aktif berkegiatan di kepemudaan desa. Tidak disangka
beberapa bulan kemudian dia dan teman-teman komunitasnya (komunitas lain yang dia
ikuti) bermaksud mencari desa untuk dijadikan desa mitra. Dia menanyakan
beberapa hal tentang desaku, kemudian aku jawab seadanya, tanpa aku beri
pencitraan apapun. Seingatku dulu seperti itu. Pada saat itu mereka masih melakukan
survei lapangan ke berbagai calon desa mitra, termasuk desaku. Hingga pada akhirnya
mereka memutuskan untuk melakukan pengabdian dan menjadikan Desa Wonolelo
khususnya Dusun Bojong sebagai dusun mitra pelaksanaan program mereka. Mereka
tidak mengambil satu desa karena terlalu luas. Pagi hari tadi mereka melakukan
peresmian kemitraan, menghadirkan Pak Lurah, Pak Kasi Kemakmuran Desa, Pak
Dukuh, dan sejumlah perwakilan petani serta pelaku UMKM. Resmi sudah kemitraan
IAAS LC UGM dengan Dusun Bojong.
Aku merasa cukup bahagia pada momen ini. Mengingat
dulu Pak Dukuh seingatku pernah minta tolong aku untuk menghubungkan dengan
mahasiswa Pertanian UGM. Dulu Pak Dukuh ingin agar masyarakat dikasih
pengetahuan dan wawasan tentang pertanian. Tapi dulu aku tidak berhasil menjadi
penghubung, padahal sudah minta tolong temanku anak pertanian beberapa kali. Selain
itu momen ini juga menjadi langkah awal atas angan-anganku untuk memberikan
kontribusi nyata untuk masyarakat di lingkungan tempat tinggalku. Aku pikir peristiwa
ini bisa terjadi karena sejatinya memang Allah benar-benar mendengar doa hamba-Nya.
Allah akan mewujudkan niat baik hamba-Nya. Ketika niat itu selalu tertanam di
dalam hati walaupun kadangkala ada saja hal yang menghambat terlaksananya niat,
atas izin Allah niat itu akan menjadi kenyataan. Barangkali Allah juga tahu bahwa
untuk memberikan kontribusi nyata ke masyarakat Bojong aku tidak bisa
memulainya sendiri, maka Allah wujudkan angan-angan itu melalui orang lain
untuk memulainya.
Namun di sisi lain aku juga merasa cemas untuk
kedepannya. Peresmian kemitraan itu baru merupakan langkah awal untuk
memberikan manfaat dan dampak bagi masyarakat. Selanjutnya, untuk menjadikan program
kemitraan dengan IAAS LC UGM bisa benar-benar memberikan manfaat ke masyarakat
maka ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Hal-hal itu menjadi PR lama yang
masih aku pikirkan hingga sekarang dan belum ada tindakan nyata untuk mengatasinya.
PR itu sebagai bentuk rancangan untuk mengatasi masalah internal organisasi
kepemudaan. PR itu diantaranya tentang re-generasi pemuda, bagaimana menumbuhkan
rasa tanggung jawab dan kepemilikan bersama pada pemuda, dan menyatukan wadah
pemuda yang saat ini masih terkotak-kotakkan. Lalu PR untuk mensosialisasikan
program kemitraan IAAS ke berbagai kalangan masyarakat. Kemudian PR untuk
segera mengaktifkan kegiatan pemuda dan merancang program baru yang
berkelanjutan. Selain itu juga PR untuk mengatasi perintilan masalah koordinasi,
yang nyatanya memang tidak semudah itu, semuanya harus jelas dan berurutan. Oh
iya hal yang jangan sampai kelewat ialah tentang menumbuhkan kesadaran pemuda
akan pentingnya berkolaborasi karena sekarang bukan lagi zamannya persaingan
untuk menang tetapi kolaborasi untuk mencapai tujuan. Namun berkolaborasi pun
kita enggak boleh tanpa bekal, tetapi kita juga harus bisa membuat percaya
orang yang berkolaborasi dengan kita. Dengan cara menunjukkan kesungguhan kita
dan komitemen kita untuk mencapai tujuan bersama.
Rabu, 21 Juli 2021
Berjuta Rasa dalam Proses Menuju Dewasa
Pagi ini enggak biasanya aku bangun sebelum subuh. Entah kenapa tadi aku tiba-tiba terbangun, pas ngecek jam di HP ternyata masih jam 04.07 dan belum adzan subuh. Terus langsung menghadapi dilema hidup yang enggak penting tentang waktu yang nanggung, mau bangun atau enggak ya? Kalau bangun, mau ngapain, kalau mau shalat tahajjud kayaknya udah mau subuh. Kalau enggak bangun, maksa tidur lagi juga jadi enggak nyaman. Mau tiduran sambil ngecek HP juga silau karena lampu dimatiin. Akhirnya aku tetap tiduran sambil berpikir. Setelah adzan subuh aku langsung bergegas minum segelas air putih dan wudhu lalu shalat.
Kemarin
adalah Hari Raya Idul Adha. Sejak siang jam setengah dua aku dan Ibuk udah mulai motongin daging
dan membaginya untuk berbagai masakan. Hari ini aku mau masak sate, itu masakan
yang wajib untuk meng-afdhol-kan Idul Adha, haha. Dan semalem aku dan keluarga
bikin sate kambing dan sapi. Bikinnya butuh tenaga dan waktu ekstra, dari habis isya sampai jam sembilan baru jadi lalu
kami santap. Alhasil tenagaku dan Ibuk habis cuman buat ngurus daging dan
masak-masak. Kami enggak sempat cuci piring malam itu. Alhasil paginya setumpuk
cucian kotor teronggok dan menjadi pertanda yang sangat jelas untukku agar segera
mencuci itu semua.
Kemudian
seperti hari-hari sebelumnya semenjak WFH, aku rajin menulis jurnal setiap
pagi. Begitu juga pagi ini. Menuliskan apa yang bisa disyukuri kemarin dan hari
ini, evaluasi, serta merencanakan hari ini. Aku suka merencanakan hari, meskipun
lebih sering rencana itu gagal terpenuhi, hehe. Tapi enggak apa lah, setidaknya
sudah ada niat. Hei, tapi ya harusnya aku lebih berusahan untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan
yang aku rencanakan! Herannya setiap aku melakukan jurnaling, tidak cukup hanya
10 atau 15 menit, paling enggak 30 menit aku melakukan hal sederhana itu.
Saking menikmatinya, tapi enggak baik juga karena waktu tersita untuk sekadar
membuat rencana. Habis jurnaling aku menulis tulisan ini. Dan nanti jam
setengah delapan aku harus mandi terus kerja. Kerjaan WFH yang cukup menantang,
walaupun bukan pekerjaan yang strategis. Tapi sudah selayaknya aku kerjakan dengan
sungguh-sungguh.
Ngomong-ngomong
tentang perasaan nih (yaelah). Kemarin seharian aku merasa murung, cemas, dan perasaan
lain yang negatif. Jujur saja, mungkin karena kemarinnya tiga temanku sidang di
hari yang sama. Tentunya aku ikut senang, hanya saja aku tidak memungkiri kalau
nyatanya aku jadi merasa cemas dan panik pada progress skripsiku sendiri.
Ketika separuh teman di angkatan udah pada sidang, sementara aku masih mulai
mengerjakan pembahasan dan jarang sekali berdiskusi dengan dosen pembimbing. Aku
merasa jadi orang yang tertinggal, merasa enggak berdaya, merasa bodoh, dan merasa
jadi orang yang lemah. Bahkan pada suatu sisi, aku perlahan merasa ditinggalkan
oleh diriku sendiri dan mungkin juga dicampakkan oleh orang lain. Ah… perasaan
negatif memang senantiasa menjangkiti setiap insan yang sedang bertumbuh. Aku
harus belajar menerima dan terus berproses mengelola emosi diri dalam menjalani
hidup. Menasihati diri sendiri untuk tenang dan selalu ingat bahwa punya Allah Yang
Maha Pengasih dan Penyayang, yang sangat mengerti hamba-Nya. Semoga perasaan
ini kian membaik, hanya saja ada kalanya orang mati rasa terhadap perasaan
syukur ketika terlalu fokus pada perasaan-perasaan negatif.
Yuk deh
Bil, hadapi realita hidup dan tantangan-tantangannya. Banyak hal yang perlu
dipikirkan dan dikerjakan. Banyak kekurangan-kekurangan diri yang harus
senantiasa ditingkatkan. Ada skripsi yang perlu dikerjakan, tak cuman dipikirkan
dan dicemaskan. Ada kesempatan berbuat hal yang bermanfaat untuk masyarakat
yang perlu segera direalisasikan. Ada lingkungan yang perlu dibuat lebih baik
kondisinya. Yuk, hadapi aja Bil, kamu sedang berproses. Bismillah.
Rabu, 16 Juni 2021
Belajar dari Drama Korea
Senin, 14 Desember 2020
Lagi-lagi Sambat Kuliah, Astaghfirullah...
Gue tahu, sebenernya nggak baik kebanyakan sambat. Apalagi yang dipersambatkan ialah masalah kuliah yang mana bagi banyak orang kuliah itu suatu yang istimewa (privelege). Namun, bagi orang biasa seperti gue sambat itu upaya untuk melepas stress. Diawali dengan sambat kemudian dilanjutkan dengan refleksi diri, memahami kondisi diri sendiri, dan mencoba ngumpulin semangat lagi buat melakukan suatu pekerjaan. Mungkin sebagian orang menilai bahwa sambat merupakan bentuk dari rasa tidak bersyukur. Iya, gue tahu, nggak sepenuhnya salah kok. Tapi nggak sepenuhnya juga dalam kehidupan manusia itu selalu merasakan emosi yang menunjukkan 'baik-baik saja' karena ada kalanya manusia merasakan emosi yang dikonotasikan negatif. Salah satunya merasa mentok, nggak ngerti kudu berbuat apa sama masalah yang ada di depan mata, lalu diekspresikan dengan sambat. Itu wajar to?
Perkara sambat gue malam ini dikarenakan skripsi. Sebenernya bukan masalah yang berat banget sih, cuman emang lagi mentok mikir aja dan kurang mood untuk membaca artikel berbahasa Inggris. Btw, ukuran berat dan ringan suatu masalah itu sangat bergantung pada kepribadian masing-masing orang lho ya, jadi jangan disamaratakan. Gue peling benci kalo denger orang meremehkan hal-hal yang dipermasalahkan orang lain. "Alah gitu doang aja sambat". Hadeh, kalo udah begitu emang dasar orangnya yang kagak paham.
Rupanya malam hari bukan waktu produktif bagi gue untuk mengerjakan skripsi. Gue udah mencoba baca progress revisi bab dua, niatnya nih mau coba merangkai kalimat-kalimat penghubung yang bernuansa kritis. Lalu sambil membaca artikel lainnya untuk menambahkan kutipan dan menguatkan asumsi. Namun, apalah daya pikiran ini udah nggak begitu fokus. Ditambah ini tenggorokan gue rasanya gatel dan sedikit batuk, jadi nggak oke banget dah buat berprogress skripsi.
Lantas kenapa lo malah nulis blog, Bil?
Ya gapapa. Ini adalah salah satu bentuk sambat yang sekaligus juga produktif. Setidaknya sambatan gue ada outputnya yaitu tulisan ini, hehehe. Mungkin kelak akan gue baca lagi untuk mengenang perjuangan gue ngerjain skripsi. Selain itu, gue juga lagi bertekad untuk belajar menulis. Berawal dari nulis sambatan pribadi barangkali bisa berkembang jadi penulis kolom opini, hahah!
Oke, gue rasa cukup sekian selingan persambatan kali ini. Selanjutnya gue mau persiapan tidur karena besok gue pengen bangun pagi. Semoga dengan bangun pagi akan lebih banyak aktivitas produktif yang bisa gue lakukan.
Senin, 26 Oktober 2020
Orang yang Mempengaruhi Mimpi
Semalem gue nonton drakor judulnya “Start-Up”, drakor yang masih on-going di Netflix. Satu hal yang menarik adalah ketika para tokoh menulis alasan mereka untuk membangun start-up, rata-rata alasan itu dilatarbelakangi oleh pengalaman si tokoh dengan orang lain. Kemudian latar belakang itulah yang menjadi pijakan kuat para tokoh untuk mengikuti mimpinya. Kemarin aku juga nonton film “Sang Pemimpi”, sekuel film “Laskar Pelangi” yang tidak kalah bagusnya pesan moral yang disampaikan. Film itu juga menceritakan tentang pencapaian mimpi, yang dalam proses pencapaian itu diiringi dengan semangat menggebu-gebu. Ya, intinya mimpi membuat setiap orang menjadi semangat dalam menjalani hari-harinya. Membuat setiap rintangan menjadi mungkin untuk ditaklukan.
Sebenernya gue tipikal
orang yang cenderung realistis ketimbang hobi bermimpi. Namun kondisi gue saat
ini membuat gue berpikir, haruskah gue punya mimpi? Pentingkah? Sekarang kondisi
gue sedang baik-baik saja, ekonomi cukup, fisik alhamdulillah sehat, intinya
boleh dikatakan tentram wabil damai. Lama sekali gue merasakan masa-masa ini,
hingga akhirnya gue pun bosan, sangat sangat bosan. Diri ini juga rasanya tidak
berkembang kemana-mana.
Saking nggak ada pencapaian
apapun dari hidup gue, sampe-sampe di Instagram ketika orang-orang pada post pencapaian-pencapaian
hidupnya gue hanya post foto segelas jus mangga dengan caption yang boleh
dikata ngelantur sih. Tapi, selang beberapa menit gue post itu siapa sangka seseorang
yang tak terduga menaruh komentar, jadi yang pertama mengkomentari lagi. Gue langsung
‘mak deeg’ berkali-kali nge-refresh profil IG, takut barangkali notifikasi
yang barusan gue lihat cuman ilusi. Ternyata enggak woy! Wuaaa...asli gue
seneng banget langsung jingkrak-jingkrak. Ekspresif dulu, berpikir kemudian,
itu adalah aku. Yaps, setelah puas mengekspresikan diri barulah aku membaca dan
memahami konten komentar si laki-laki satu ini. Dia kasih komentar yang intinya
menyebut gue lagi berada di insecure moment. Padahal caption gue aja
menunjukkan gue bersyukur loh. Bisa-bisanya dia komentar begitu. Tapi setelah gue
renungi lagi, dia bener sih, bukannya awal mula gue nge-post itu emang lagi insecure
yak?
Alasan gue seneng
banget orang ini komentar di post Instagram gue adalah karena gue emang seneng
sama orangnya, hahahah. Dia memang layak sih jadi laki-laki yang digemari para
perempuan, gue hanya satu dari ribuan orang yang suka sama dia. Tapi andaikata
para penggemarnya ini bikin layaknya idol grup, gue adalah member senior di
grup itu. Karena gue suka dia selama almost a decade!
Oke, kembali ke
perbincangan tentang mimpi. Entah kenapa komentar dia mendorong gue
untuk punya mimpi. Gue tahu, itu cuman komentar. Tapi gue nggak tahu pasti apa alasan
dia berkomentar. Mungkin gue sotoy sih, tapi setau gue dia jarang banget
komentarin postingan cewek. Jadi izinkan gue pede sedikit, gue termasuk yang dia notice kan? Hahah.
Lalu konten komentar dia, gue rasa itu masuk kategori komentar cukup menohok. Komentar
yang cenderung bernilai negatif meskipun nyata adanya. Apa motif dia komentar
kayak gitu? Apakah dia sedang ingin menunjukkan bahwa dia sedang berada di secure
moment? Okelah kalo dilihat dari postingan Instagram, memang dia luar biasa.
Gue akui dia berhasil berkembang menjadi pribadi yang jauh lebih baik dari dulu
pertama kali gue kenal dia. Dulu dia memang keren, sekarang dia jauh lebih
keren.
So, mimpi gue
kali ini simpel aja. Gue juga pengen jadi perempuan keren dengan cara gue
sendiri. Gue nggak mau kalah sama dia, teman yang sudah hampir satu dekade gue
kenal dan gue kagumi. Soal gue yang suka sama dia, biarkan aja perasaan itu
tetap ada sebagai bahan bakar alternatif dalam gue mencapai mimpi gue
sesungguhnya.
Kemarin sempat
ditanya sama temen, “Gimana jika akhirnya lo berjodoh sama dia?”. Gue
jawab aja, “Absolutely I’ll be grateful”. Namanya juga perasaan suka,
itu muncul dari hati, nggak bisa dengan mudah dihilangkan begitu aja. Apalagi
oleh gue si tipe cewek setia, hahah. Gue mengakui perasaan gue ke dia, tapi tenang
aja dia nggak perlu khawatir karena gue nggak akan membuat dia terganggu dengan
perasaan gue. Mari kita tunggu lima hingga tujuh tahun kedepan, gue akan fokus
pada mimpi gue. Perkara gue akan berjodoh dengan siapa, itu takdir Tuhan. Gue
serahkan sepenuhnya. Walaupun kata Ustad Quraish Shihab kita boleh berdoa minta
jodoh bahkan boleh menyebut nama spesifik orang yang ingin menjadi jodoh kita.
Namun, terkabulnya doa juga dipengaruhi dengan seberapa dekat kita dengan Tuhan.
Jadi, perlulah aku sadar diri bahwa belum begitu dekat aku pada Tuhan. Oleh karenanya, jikalau aku berdoa mohon dijodohkan dengannya sekalipun, entahlah berapa persen
itu akan terwujud.
Minggu, 11 Oktober 2020
Kehidupan Semester 7
Barusan gue habis nonton
videonya Mbak Gita tentang Belajar Bahasa Inggris. Dalam belajar bahasa Inggris
ternyata kita perlu menyeimbangkan antara input dengan output. Maksudnya selain
belajar dengan cara banyak-banyak mendengar dan membaca bahasa Inggris, kita
juga perlu banyak-banyak menulis dan berbicara dengan bahasa Inggris. Diluar
konteks tentang belajar bahasa Inggris, pada dasarnya gue suka belajar banyak
hal. Tapi rasa-rasanya gue nggak mengalami perkembangan yang signifikan dalam belajar.
Nah, dari video itu gue jadi tahu bahwa ternyata gue emang kurang aktif dalam
belajar. Gue masih kurang dalam menantang diri untuk ngomong dan nulis coy,
dalam segala hal yang sedang gue pelajari. Sementara nih, kalo gue liat-liat
sekarang nih banyak temen-temen gue yang udah menjadi pembelajar aktif. Entah
itu mereka bikin video lalu dipost di Youtube atau sekadar bikin story. Sementara
gue nih, masih ragu gitu lho dalam berekspresi dan sharing pengetahuan yang gue
punya. Bukan karena gue nggak mau, tapi gue merasa bahwa apa yang gue tahu itu
bukan apa-apa bagi orang lain. Kadang gue juga masih malu dan takut dalam
memberikan opini pribadi. Kalo bikin IG story paling sering resend
postingan akun lain. Bikin status WA sekadar hal-hal sepele atau gambar yang
nge-save dari twitter. Sementara di twitter lebih sering ngelike dan ngeretweet.
Haduh... ya wajar aja sih ya kalo gue jadi kerdil gini. Padahal nih, zaman
sekarang berpengetahuan aja nggak cukup karena yang lebih powerful adalah
ketika kita bisa sharing information dan berani untuk speak-up. Jadi, gue sekarang harus berani speak-up.
Hei liat aja idola-idolamu Bil, bukankah mereka adalah wanita-wanita yang
berani speak-up? Gitasav, Najwa Shihab, Zaskia Mecca, dan Maudy Ayunda. Yuk
dong diteladani! Nggak usah takut salah, bilamana salah ya tinggal belajar dari
kesalahan itu bukan?
Oiya, pendahuluan life update
ini kok malah jadi panjang banget yak, hehe. Oke, lanjut ke topik utama. Udah
lama gue nggak posting blog, karena memang lagi nggak mood dan nggak ada ide
nulis. Walaupun sebenernya blog gue ini mah emang dibuat dengan tujuan untuk
sharing cerita-cerita pribadi gue aja sih.
Setelah KKN berakhir, gue
cukup sering main sama temen-temen lama. Setelah itu gue sempat gabut, walaupun
harusnya gue menyusun skripsi. Namun, gue baru bener-bener ngerjain setelah
dikasih deadline selama sebulan sama dosen buat ngumpulin proposal. Haduh dasarnya
aku yang males kerja kalo nggak dikasih deadline. Minggu ketiga dalam
pengerjaan skripsi itu, gue dapet panggilan kerja. Ceilah panggilan kerja. Ya
pada intinya gue dipanggil sama salah satu peneliti PSKK buat bantuin input
data selama dua minggu. Berhubung cuman dua minggu jadi gue terima aja dong,
lumayan kan dapet gaji. Selama kerja itu gue kenalan sama dua teman baru, gue
seneng sih bisa kenalan sama mereka karena membuat gue termotivasi buat lebih giat
belajar. Sebenernya pekerjaan di PSKK ini bisa gue lanjutin, tapi gue memutuskan
untuk fokus ngerjain skripsi dan karena alasan masih ngambil dua matkul. Kerja
di PSKK bagi gue cukup melelahkan dan menyita waktu sih, gue takut nggak bisa
menunaikan ibadah skripsi dengan tenang. Sekarang kegiatan muda-mudi di kampung
juga udah dimulai lagi, ada projek yang memerlukan waktu khusus juga untuk
ngerjainnya. Udah saatnya berkontribusi lebih buat kampung sendiri ye kan. Sama
sekarang ini gue juga lagi jadi timses paslon pilkada, walau masih santai sih
kerjaannya. Kegiatan gue sekarang mau fokus ke akademik dulu aja deh, lalu
kontribusi buat masyarakat, sama kepikiran juga buat menantang diri ikutan lomba
tau konferensi gitu lho.
Disamping itu, gue juga lagi
sedih banget karena sahabat gue lagi dalam masalah. Dua anggota keluarganya
kena corona, lalu dia juga kudu tes swab. Dia juga lagi kesulitan buat urusan
akademiknya, banyak pikiran, dan jadi nggak ngegubris media sosial. Gue selalu
berdoa buat kesembuhan dan keselamatan dia dan keluarganya. Semoga semua lekas
pulih dan gue bisa ketemu sama dia.
Btw, gue juga sedih kalo
ngomongin tentang negara ini. Corona belum menunjukkan penurunan, orang udah abai,
pemerintah kerjanya nggak bener. Demo pecah gegara Omnibus Law. Rakyat dianiaya
sama aparat. Suara rakyat dianggap hoax. Bikin undang-undang nggak transparan
dan nggak partisipatif. Negara ini udah kayak milik segelintir orang aja yang
seenak jidat memarginalkan rakyat. Hadeh, gundah, gelisah, galau, merana cuy!